Biasakan yang Benar Jangan Membiasakan Yang Biasa



“Langsung merapat, kesini,” Pelatih memberikan perintah sembari menunjuk posisi. Dalam sekejap kami telah rapi berbaris mengelilingi sosok berbadan tegap, kekar dan berambut pendek serta memiliki wajah sangar. 

Ya, seperti inilah kegiatanku saat ini hingga empat bulan kedepan. Setelah sebelumnya diriku terjun di dunia jurnalistik menulis berbagai hal yang luar biasa, kali ini aku harus belajar kembali tentang mesin, menempa diri supaya menjadi pribadi yang lebih disiplin dan lebih baik. Di setiap pagi dan sore aku dan berpuluh kawan lain mendapatkan berbagai masukan dari pelatih. Namun, jika ada yang kedapatan melakukan kesalahan maka akan berbeda cerita. Kami bisa diberikan olahraga tambahan dalam berbagai bentuk.

Banyak sekali masukan dari pelatih yang selalu diulang-ulang setiap pagi ataupun sore hari hingga kami semua hafal. Diantaranya ketika diawal aku bertemu dengan pelatih. Pelatih mengatakan “Jangan terlena dengan sesuatu yang biasa. Karena yang biasa belum tentu benar, maka biasakan yang benar jangan membiasakan yang biasa,” tuturnya dengan intonasi khas pelatih dan gerakan tangan yang menggambarkan ketegasan ketika berkata.

Tak hanya dari pelatih, instruktur yang mengajari tentang mesin juga mengatakan hal yang hampir sama berkaitan dengan sesuatu yang benar. Seperti biasanya ketika mengajar instruktur terkadang memberikan intermezo dengan cerita-cerita pengalaman ketika dulu menjadi seorang mekanik. Mulai dari hal lucu, menakutkan hingga mengharukan. Berbeda dengan yang lain ada seorang instruktur yang sangat mengapresiasi kelas kami dan menyatakan secara gamblang bahwa dirinya suka dengan kelas ini karena rasa keingintahuan yang begitu tinggi. Sama dengan yang lain instruktur dengan tubuh tinggi berjenggot dan berkumis, memiliki badan yang berisi serta raut muka yang sudah berumur ini juga menceritakan pengalaman-pengalamannya hingga akhirnya diambil kesimpulan “Melakukan sesuatu dengan baik belum tentu benar, namun melakukan sesuatu dengan benar sudah mencakup hal baik,” tuturnya dengan penyampaian yang lembut.

Mencari kebenaran memang hal yang cukup menarik untuk dibahas. Karena pada akhirnya kebenaran hanya miliki Sang Pencipta. Sehingga akhirnya manusia tersadar akan kapasitasnya yang begitu terbatas. Namun, orang-orang sering beranggapan bahwa dirinyalah yang paling benar sehingga memunculkan perdebatan yang tiada berguna karena hanya ingin menang, bukan untuk mencari kebenaran. Sebagai salah satu dari manusia aku sendiri ketika menghadapi sebuah perdebatan antar sesama manusia, maka didalam diri sendiripun terjadi perdebatan. Perdebatan ketika mengetahui bahwa kita ternyata kurang tepat dan lawan debat memaparkan hal yang mendekati kebenaran maka akan ada perasaan begitu sakit dan emosi, ditambah lagi bila sang lawan menggunakan nada-nada tertentu yang entah bagaimana semakin membuat naik darah sehingga akhirnya menggunakan segala cara agar bisa menang dari perdebatan yang terjadi. 

Pada hakikatnya diriku lebih memilih untuk menyerah dan meminta maaf ketika salah namun kenyataan yang terjadi begitu pahit dan sakit ketika harus kalah dan meminta maaf, belum lagi hujatan yang diberikan sebagai bentuk tindakan lanjut membuat goresan yang begitu dalam jika sampai diambil hati. Hal ini membuktikan bahwasanya ketika berdebat, manusia sudah mengetahui yang mana yang lebih mendekati kebenaran namun tidak jarang manusia itu sendiri yang mengkaburkan kebenaran tersebut menyelimutinya dengan awan hitam sehingga tidak terlihat. Perubahan pada akhirnya dimulai dari diri sendiri. Apakah akan terus mempertahankan yang salah demi gengsi dan harga diri. Atau menyerah dan meminta maaf serta menerima yang mendekati kebenaran hingga memiliki posisi  yang lebih mulia.
Muhammad Muzakki

Komentar

Posting Komentar